Tata Nilai Budaya Yogyakarta adalah tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan semangat pengaktualisasiannya berupa pengerahan segenap sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji) dalam kegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai dengan kepercayaan diri dalam bertindak (sengguh), dan tidak akan mundur dalam menghadapi segala resiko apapun (ora mingkuh).
Yogyakarta Cultural Values are Javanese cultural values that have a uniqueness the spirit of actualization in the form of mobilizing all resources (golong gilig) integrated (sawiji) in dynamic tenacity and hard work (greget), accompanied with confidence in acting (sengguh), and will not back down in face any risk whatsoever (ora mingkuh).
The establishment of Yogyakarta is designed by Sultan Hamengku Buwono I by setting up a high philosophy foundation. Sultan Hamengku Buwana I arranged the city layout of Yogyakarta that stretch to the north and to the south direction by building Keraton Yogyakarta as the center point of Yogyakarta city. Sultan built also Tugu Golong-Gilig (Pal Putih) on the northern part of Keraton and on the southern part of Panggung Krapyak. From these three points, if we draw the straight line we will find imaginary axis that’s known as Philosopy Line Of Yogyakarta.
Keistimewaan Jogja sudah ada sejak Yogyakarta akan didirikan. Pangeran Mangkubumi yang bertahta sebagai Sultan Hamengku Buwono I adalah tokoh yang mendalami agama, filsafat dan sastra sekaligus berpengalaman dalam merencanakan pembangunan tata kota. Hal ini terungkap dalam penciptaan keraton dan Kota Yogyakarta yang memiliki landasan spiritual yang mendalam sekaligus tatanan fisik yang tangguh dalam menghadapi zaman.
The specialty of Jogja has existed since Yogyakarta was founded. Prince Mangkubumi who reigns as Sultan Hamengku Buwono I is a figure who studies religion, philosophy and literature as well as experience in planning urban planning development. This is expressed in the creation of the palace and the city of Yogyakarta which have a deep spiritual foundation as well as a physical structure that is resilient in facing the times.
Sumbu filosofi merupakan garis nyata yang menghubungkan antara Tugu Pal Putih atau Tugu Golong-Gilig, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Panggung Krapyak. Keberadaan sumbu filosofi jelas ada dan nampak berbeda dengan garis imajiner. Sumbu filosofi pada dasarnya adalah aset yang harus dijaga dengan hati-hati untuk eksistensi Keistimewaan Yogyakarta dan masa depan DIY.
The philosophical axis is the real line that connects the Pal Putih Monument or the Golong-Gilig Monument, the Ngayogyakarta Hadiningrat Palace, and the Krapyak Stage. The existence of a philosophical axis clearly exists and appears different from the imaginary line. The philosophical axis is basically an asset that must be carefully guarded for the existence of the Specialty of Yogyakarta and the future of DIY.
Pelestarian Kota Yogyakartasebagai “City of Philosophy”ditujukan terutama kepada keinginan melestarikan nilai luhur Yogyakarta yang dapat diwariskan kepada masyarakat lokal, bangsa Indonesia, dan dunia.Karena itu, salah satunya adalah dengan menjadikan Kota Yogyakarta sebagai Warisan Dunia(World Heritage). Yogyakarta dapat memberikan sumbangan berarti bagi peradaban dunia.
The preservation of the City of Yogyakarta as the "City of Philosophy" is aimed primarily at the desire to preserve the noble values of Yogyakarta which can be passed on to the local community, the Indonesian nation, and the world. Therefore, one way is to make the City of Yogyakarta a World Heritage. Yogyakarta can make a significant contribution to world civilization.
Proses pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia UNESCO sudah dimulai sejak tahun 2014. Kemudian ditetapkan sebagai tentative list UNESCO di tahun 2017. Dalam perjalanannya, tahun 2019 naskah usulan untuk UNESCO telah melewati proses voluntary submission. Pengajuan Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia UNESCO bertajuk The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks. Ketika semua proses penilaian telah selesai, Komite Warisan Dunia UNESCO akan menetapkan daftar properti yang merupakan bagian dari warisan budaya dan alam yang dianggap memiliki Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value).
The process of submitting the Yogyakarta Philosophical Axis as a UNESCO world cultural heritage began in 2014. Then it was designated as a UNESCO tentative list in 2017. In its journey, in 2019 the proposed text for UNESCO has gone through the voluntary submission process. Yogyakarta's submission as a UNESCO world cultural heritage entitled The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks. When all appraisal processes have been completed, the UNESCO World Heritage Committee will establish a list of properties that are part of the cultural and natural heritage deemed to have Outstanding Universal Value.